Pastinya sering denger pernyataan di atas, bahwa mahasiswa adalah kaum intelek. Dan biasanya, pernyataan ini diikuti oleh beberapa macam atribut dan karakteristik yang orang harapkan dari seorang anggota “kaum intelek”.
Atribut apa sih? Berikut ini, kompilasi atribut dan ciri-ciri mahasiswa yang saya rangkum dari berbagai sumber dan kebanyakan terlalu opinionated. Sumbernya? Tentu saja, rahasia. Yang pasti, kompilasi ini hanya membahas mahasiswa asal kabupaten Yahukimo. Kenapa demikian? Yah, karena saya mahasiswa Yahukimo. Sebelumnya, saya juga ingin sampaikan kalau atribut-atribut berikut ini hampir sebagian besar adalah stereotype, yaitu tidak semua kalangan mahasiswa bersikap demikian, namun, karakter dan sikap ini sudah melekat sebegitu kuat di demografi mahasiswa Yahukimo.
Ok, kita mulai.
Atribut 1: Mahasiswa adalah kaum intelek.
Atribut pertama ini adalah atribut yang paling terkenal. Atribut ini hampir mencakup semua atribut lain yang akan saya bahas. Di sini, mahasiswa kabupaten yahukimo digambarkan sebagai kaum intelek yang mana bercirikan “cara pikir dewasa, pergaulan luas, bersikap kritis, dan berwawasan jauh”
Setiap ayam pasti berasal dari telur. Begitu pula dengan “kaum intelek“. Kaum ini logikanya dihuni oleh pribadi-pribadi intelek. Namun, siapa sih sebenarnya yang mengesahkan bahwa “Ya, kamu intelek!” ? Jawabannya agak mengejutkan, karena ternyata, yang mengesahkan bahwa mahasiswa itu intelek adalah tidak lain dan tidak bukan: MAHASISWA YAHUKIMO itu sendiri!!
Aneh? Coba pikir. Mahasiswa itu asalnya dari mana sih? Dari anak SMA/SMK dan setaranya. Tapi kenapa ko jarang sekali ada ungkapan bahwa “Siswa SMA/SMK itu adalah perintis kaum intelek”? Tentunya ini tidak terlalu sulit untuk dijawab. Karena ternyata, tidaak semua siswa SMA/SMK itu intelek (memiliki cara pikir dewasa, pergaulan luas, bersikap kritis, dan berwawasan jauh). Malah, ada pendapat umum bahwa masa-masa SMA itu masa-masa indah, masa untuk main-main, masa untuk mencari identitas (sebuah euphemism untuk bilang klo hidup anak SMA itu penuh trial-and-error). Klo nyatanya demikian, trus darimana asalnya “kaum intelek” tadi?
Jawabannya lebih mengejutkan lagi: dari Jaket Almamater! Lho ko bisa? Apa bukan dari kenyataan bahwa seorang mahasiswa itu menimba ilmu lebih tinggi dari siswa-siswa lainnya, sehingga sebutannya aja ditingkatkan jadi superlatif dengan imbuhan maha- ? Bisa jadi sih, cuma klo dilihat-lihat, golongan mahasiswa yang benar-benar menimba ilmu dengan mengikuti kuliah, mengerjakan tugas, dan tidak mencontek itu jarang begitu menyebut diri mereka kaum intelek. Biasanya, sebutan ini malah sering dikumandangkan oleh mereka-mereka yang turun ke jalan, mengadakan aksi-demonstrasi, menuntut pemerintah agar tidak menzhalimi rakyat dll. Mereka yang jarang kelihatan di ruang kuliah inilah yang menyebut diri mereka kaum intelek. Kaum intelek dengan jubah agungnya. Jubah almamater.
Yah, begitu kira-kira laporan pengamatan dan opini saya mengenai mahasiswa Kabupaten yahukimo yang study di papua maupun luar papua. Kenapa tulisan ini saya buat? Karena saya sudah cukup alergi dengan stereotype mahasiswa Indonesia yang penuh dengan karakteristik superfisial (dan dengan penggunaan frase karakteristik superfisial ini, saya secara resmi memiliki Atribut No. 4) yang begitu tinggi dan penuh *maaf* kemunafikan.
Jadi, masih berani bilang mahasiswa itu kaum intelek?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ronald kabak